Kamis, 18 Oktober 2007

Kapan Akuntan Publik Mengaudit Wajib Pajak

Bukan hal istimewa jika Menteri Keuangan Jusuf Anwar menginginkan akuntan publik lebih berperan, terutama dalam sistem perpajakan nasional. Dalam bahasa yang lebih gagah, akuntan publik mendapat 'tugas negara' untuk memeriksa kewajiban perpajakan sejumlah perusahaan yang memenuhi kriteria tertentu.
Perusahaan yang sudah terdaftar di pasar modal dan perusahaan yang aset tetapnya di atas Rp1 triliun, selain audit umum juga akan diwajibkan menggunakan jasa akuntan publik untuk pemeriksaan pajaknya. Sebagai imbalannya, pemerintah menjamin surat pemberitahuan pajak tahunannya tidak akan diutak-utik aparat pajak. Kecuali mereka mempunyai bukti kuat. Dengan demikian, wajib pajak memperoleh kepastian hukum yang lebih tinggi (menyakut kewajiban pajaknya), akuntan publik memperoleh ladang pekerjaan baru, dan pemerintah (maunya) mendapat tambahan penerimaan negara.
Akuntan publik, sesuai dengan namanya bekerja untuk kepentingan publik. Jasa mereka diperlukan karena publik-pemerintah, pemegang saham, investor, kreditor, dan karyawan-ingin mengetahui kondisi keuangan suatu perusahaan. Untuk itu diperlukan penilaian akuntan publik.
Laporan keuangan yang diaudit akuntan publik dinilai lebih transparan dan lebih mendekati kebenaran atau kondisi yang sebenarnya. Itu sebabnya, untuk perusahaan-perusahaan yang mengerahkan dana masyarakat, laporan keuangan wajib diaudit akuntan publik.
Dalam konteks tersebut, adalah hal yang wajar jika administrasi perpajakan-dalam hal ini Direktorat Jenderal Pajak-memanfaatkan semaksimal mungkin audit akuntan publik terhadap laporan keuangan perusahaan.
Pertanyaannya seberapa jauh output akuntan publik tersebut akan dimanfaatkan? Ditjen Pajak selama ini memanfaatkan sebagai rujukan dan pembanding dengan laporan keuangan fiskal. Namun secara formal pajak tidak membedakan antara wajib pajak yang laporan keuangannya diaudit akuntan publik atau tidak.
Ketika menjabat menteri keuangan (1979), Ali Wardhana mengatur tentang penggunaan laporan pemeriksaan akuntan publik untuk memperoleh keringan dalam penetapan pajak perseroan. Kebijakan itu tertuang dalam Kepmenkeu No. 108/KMK.07/1979 tanggal 27 Maret 1979. Kebijakan ini memang sangat menunjang karena saat itu, perpajakan nasional masih menganut sistem official assessment.
Artinya, penghitungan, penetapan dan pembayaran pajak terutang yang menjadi beban perusahaan dihitung oleh kantor pajak. Dulu disebut Kantor Inspeksi Pajak, dan biasa disingkat Kins. Jumlah wajib pajak badan juga masih terbatas, tidak seperti sekarang ini. Sehingga masih memungkinkan pajak terutang ditetapkan satu per satu untuk masing-masing wajib pajak badan.
Namun tugas official assessment tersebut semakin hari semakin berat. Akibatnya perusahaan harus menunggu lebih lama untuk mendapat penetapan pajak. Yang lebih menyedihkan penetapan pajak yang dibuat sering tidak objektif. Di sisi lain, tidak semua perusahaan mau terbuka terhadap petugas pajak.
Atas dasar itu, pemerintah perlu mendorong badan-badan usaha agar lebih tertib dan lebih terbuka. Salah satu caranya meminta perusahaan tersebut untuk diaudit oleh akuntan publik.
Perusahaan yang diaudit akuntan publik akan mendapat ganjaran fiskal, berupa keringanan pajak dan tidak dilakukan pemeriksaan pajak. Hasil audit akuntan publik dijadikan parameter untuk mengukur ketertiban pembukuan dan keterbukaan perusahaan.
Ketentuan pokok
Secara garis besar Kepmenkeu No. 108/KMK.07/1979 mengatur tentang ketentuan umum (menyangkut badan dan akuntan publik), dasar pengenaan pajak perseroan, sanksi, ketetapan peralihan, dan ketentuan penutup.
Hanya dua jenis opini akuntan publik yang bisa dijadikan dasar penetapan pajak, yaitu opini wajar tanpa pengecualian (unqualified opinion) dan wajar dengan pengecualian (qualified opinion). Syaratnya, pengaruh kualifikasi terhadap laba rugi perusahaan harus dicantumkan seacar tegas.
Kantor pajak harus menerima hasil audit akuntan publik tersebut sebagai dasar penetapan pajak dengan syarat:
Pertama, terhadap opini WTP kepala kantor inspeksi dapat melakukan koreksi fiskal terhadap hal-hal yang secara yuridis harus dikoreksi; sedangkan terhadap oponi WDP koreksi juga dapat meliputi pos-pos yang menjadi kualifikasi.
Kedua, sebelum penetapan pajak dilakukan Kepala Kantor harus memberitahukan kepada akuntan publik yang bersangkutan. Ketiga, jika badan usaha berbeda pendapat mengenai koreksi fiskal yang dilakukan, dapat mengajukan persoalannya kepada Dirjen Pajak dalam waktu 14 hari. Selama Dirjen Pajak belum mengambil keputusan, penetapan pajak tidak boleh dilakukan.
SK tersebut juga mengatur tentang sanksi pencabutan izin praktik, baik sementara waktu maupun selamanya, jika akuntan publik membuat laporan pemeriksaan yang tidak benar, menyembunyikan keterangan penting atau menyesatkan dan merugikan perpajakan serta tidak mentaati kode etik akuntan. Sebagai oversight board [badan pengawas] adalah Dirjen Pajak bersama Dirjen Pengawas Keuangan Negara.
Pengampunan pajak
Yang menarik, melalui Kepmenkeu ini pemerintah juga memberikan semacam pengampunan fiskal secara terbatas. Ketentuan itu tercantum dalam Pasal 8 yang berbunyi: Bagi badan usaha yang mulai tahun buku 1979 mentaati ketentuan ini, maka pengungkapan fakta-fakta baru yang dilakukan untuk mentaati ketentuan tersebut tidak dijadikan dasar bagi penerbitan suatu ketetapan pajak tagihan kemudian, untuk tahun buku 1978 dan sebelumnya.
Pasal ini muncul karena pemerintah sadar tanpa suatu jaminan khusus, wajib pajak tidak akan dengan serta merta mengungkapkan informasi yang selama ini disembunyikan dari pajak. Dengan adanya jaminan khusus, yaitu informasi tersebut tidak akan dijadikan dasar penetapan pajak, maka hambatan tersebut dapat teratasi. "Untuk mengatasi hambatan tersebut diberikan kesempatan kepada badan usaha melakukan pemutihan fakta-fakta yang tadinya belum diungkap," ujarnya.
Inilah model kebijakan fiskal yang dirindukan dunia usaha. Selain mendapat keringanan pajak dan kepastian hukum, mereka juga mendapat kesempatan melakukan pemutihan. Pemutihan ini bisa disetarakan dengan pengampunan pajak, meski tanpa jaminan pemutihan dari sisi pidana umum.
Ternyata pemutihan tidak cukup sekali. Terbukti, kurang dari 10 tahun sejak terbitnya Kepmenkeu ini, pemerintah kembali memberikan pengampunan pajak melalui Keppres No. 26/1986. Kini suara-suara yang meminta pengampunan pajak juga mulai nyaring terdengar. Apakah pemerintah akan memberikan? Belum jelas. Wacana pengampunan pajak sangat tergantung pada menteri keuangannya. Kali pengusaha boleh lega, Jusuf Anwar termasuk yang pro pengampunan pajak.
Sayang, kebijakan baik dan dilandasi dengan niat baik tidak selalu menghasilkan balasan yang baik. Kepercayaan yang begitu besar kepada akuntan publik disalahgunakan untuk kepentingan pribadi.
Berbagai kalangan, termasuk akuntan publik, mengakui kepercayaan kepada akuntan publik yang begitu besar sementara rambu-rambu pengawasannya begitu minim. Yang terjadi kemudian adalah penyalahgunaan kepercayaan. Akibatnya, pemerintah mencabut Kepmenkeu No. 108/KMK.07/1979 dengan iringan cibiran dan kecurigaan kepada akuntan publik.
Pencabutan ini memberikan pelajaran sangat berharga bagi akuntan publik. Namun tidak semua akuntan publik belajar dari kasus itu. Buktinya, dari waktu ke waktu terus saja terjadi penyalahgunaan profesi oleh akuntan publik. Terakhir, kasus Bank Global yang memakan korban akuntan publiknya, Joseps Susilo.
Namun seiring dengan waktu, profesi ini juga tumbuh dan kian dewasa. Mereka lebih profesional. Mereka lebih independen. Mereka lebih tinggi integritasnya. Dan atas dasar itu, Menteri Keuangan Jusuf Anwar percaya mereka bisa menangani 'Tugas Negara' dengan baik.
Kepercayaan ini menjadi luar biasa karena diberikan oleh menteri keuangan yang berlatar belakang sarjana hukum. Sementara menteri keuangan dengan latar belakang akuntan seperti Radius Prawiro (alm), Mari'e Muhammad, hingga Bambang Sudibyo tidak (pernah) memberikan kepercayaan sebesar itu.
Untuk kali ini, pepatah lama yang berbunyi sekali lancung ke ujian, seumur hidup orang tak percaya benar-benar tak berlaku. Terutama untuk akuntan publik.

Selasa, 09 Oktober 2007

Rehat Sejenak : JASMERAH (Jangan Melupakan Sejarah)

Seorang Profesor Yahudi ternyata punya andil andil besar dalam kasus pengejaran dan pembunuhan orang-orang Yahudi yang dilakukan Nazi-Jerman dalam Perang Dunia II. Profesor Karl Haushofer namanya. Karl Ernst Haushofer lahir di Munich, Bavaria (Jerman), pada 27 Agustus 1869. Dia terlahir dari keluarga Yahudi Jerman, dari pasangan Max Haushofer, seorang ekonom, dan Frau Adele Haushofer. Lulus dari sekolah atas, Karl muda mendaftar sebagai tentara Bavaria. Karir di dinas ketentaraan, Karl menamatkan pendidikan di Lembaga Pendidikan Ketentaraan Bavaria (Kriegschule), Akademi Artileri (Artillerieschule), dan Bavarian War Academy (Kriegsakademie). Tahun 1896 Karl muda menikah dengan Martha Mayer Doss, juga seorang Yahudi. Haushofer memiliki kedekatan dengan Hitler. Mengapa seorang Haushofer yang juga Yahudi Jerman berbuat seperti ini? Jawabannya bisa ditemukan dalam sebuah pertemuan rahasia 13 keluarga berpengaruh Yahudi di Judenstaat, Frankfurt, Bavaria, di kediaman Sir Mayer Amschell Rothschild pada tahun 1773. Saat itu Rotshchild melontarkan dua rencananya. Pertama, menyusun 25 program penguasaan dunia yang kemudian kita kenal sekarang sebagai Protokolat Zionis. Yang kedua, Rotshchild menyebut nama Adam Weishaupt—seorang mantan Yesuit—untuk mendirikan dan memimpin organisasi konspiratif modern bernama Illuminati. Pertemuan Frankfurt ini menyepakati, mereka harus menemukan kembali harta karun King Solomon yang mereka yakini terbenam dalam reruntuhan Haikal Sulaiman yang ada di bawah Masjidil Aqsha di Yerusalem. Caranya adalah dengan merebut Yerusalem dari tangan bangsa Palestina yang sudah ribuan tahun mendiaminya.
Theodore Hertzl kemudian menyelenggarakan Kongres Internasional Zionisme (1897) yang diselenggarakan di Basel, Swiss. Kongres ini menyepakati bahwa seluruh Yahudi-Diaspora, istilah bagi orang-orang Yahudi yang masih terserak di seluruh dunia, agar secepatnya melakukan imigrasi ke Promise Land atau yang menurut mereka Kota Suci Yerusalem. Seruan Kongres Internasional Zionis ini tidak ditanggapi dengan antusias. Banyak keluarga Yahudi yang sudah mapan di Eropa dan Amerika enggan pindah ke Yerusalem. Meraka menolak seruan itu walau para ketua Zionis memaksanya.
Akhirnya tidak ada jalan lain, imigrasi Yahudi ke Palestina harus melalui jalan paksaan. Harus ada satu kondisi yang memaksa orang-orang Yahudi-Diaspora agar mau pindah ke Palestina. Akhirnya Haushofer berhasil dengan gemilang mendekati Hitler dan kemudian—tanpa disadari—ulah Nazi mengejar-ngejar orang Yahudi mengakibatkan banyak orang Yahudi yang kabur dari negerinya dan berbondong-bondong ke Palestina.
Seperti yang telah dikemukakan oleh Norman Finkeltstein dalam “The Holocaust Industry” atau Frederich Toben, peristiwa Holocaust sesungguhnya didalangi oleh kaum Zionis-Yahudi guna memaksa orang-orang Yahudi lainnya agar mau pindah ke Palestina, lewat tangan Hitler. Bahkan Norman Finkelstein yang juga berdarah Yahudi menentang cara-cara kotor Zionis ini. Dalam bukunya, Finkelstein membongkar mitos holocaust dan menyebutnya sebagai proyek pemerasan yang dilakukan Zionis terhadap negara-negara Eropa dan juga dunia, dengan mengorbankan kaum Yahudi Eropa yang sebenarnya enggan untuk ke Palestina.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa ternyata terbentuknya negeri Israel saat ini pada awalnya menimbulkan pro dan kontra dikalangan mereka sendiri, sebagaimana telah disitir dalam Al-Quran surat al Hasyr:14 ” kalian mengira mereka bersatu, padahal hati mereka bercerai”. Kalangan Yahudi yang kontra dengan pembentukan negara Israel didasarkan pada tafsiran atas nubuat yang terdapat dalam kitab mereka sendiri yang menyatakan bahwa pendirian negara Israel merupakan lonceng kematian bagi orang-orang Yahudi.
Jadi bagaimana kaitannya dengan komentar Ahmadinejad? Silakan disimpulkan sendiri.....
Disarikan dari berbagai sumber: Eramuslim.com dan buku ” Menanti Ajal Israel: sebuah tinjauan dari perspektif ahli kitab” ( Dr. Safar Al-Hawali)

Sabtu, 06 Oktober 2007

Pajak dan Wong "Samin"

Berikut ini adalah dialog antara petugas pajak dengan seorang suku Samin tahun 1914:
Petugas :"Kamu masih hutang 90 persen kepada negara "
Samin :"Saya tidak hutang kepada negara "
Petugas:"Tapi kamu mesti membayar pajak"
Samin :"Wong Sikep (orang Samin) tak mengenal Pajak"
Petugas:"Apa kamu gila atau pura-pura Gila?"
Samin :"Saya tidak gila, dan tidak pura2 gila"
Petugas:"Kamu biasanya bayar pajak, mengapa sekarang tidak? "
Samin :Dulu itu dulu, sekarang itu sekarang. Mengapa negara tidak habis-habisnya minta uang?"
Petugas:"Negara mengeluarkan uang juga untuk penduduk pribumi. Kalau negara tak punya cukup uang, tak mungkin merawat jalan dengan baik".
Samin :"Kalau menurut kami, jika keadaan jalan itu tidak baik, kami bisa membetulkannya sendiri. "
Petugas :"Jadi kamu tidak membayar pajak? "
Samin :"Wong Sikep tak mengenal pajak'

Ajaran saminisme tersebar antara lain di daerah Blora, Kudus, Pati, Rembang dan Bojonegoro.
Ajaran saminisme muncul sebagai akibat atau reaksi dari pemerintah kolonial Belanda yang sewenang-wenang. Perlawanan orang Samin yang dipelopori Samin Surontiko (nama aslinya Raden Kohar) tidak dilaksanakan secara fisik tetapi berwujud penentangan terhadap segala peraturan dan kewajiban yang harus dilakukan rakyat terhadap Belanda misalnya tidak membayar pajak. Terbawa oleh sikapnya yang menentang tersebut mereka membuat tatanan, adat istiadat dan kebiasaan-kebiasaan tersendiri. Misalnya perkawinan sudah dianggap sah walaupun yang menikahkan hanya orang tua pengantin. Sekitar tahun 1900an, gerakan Samin mulai menjadi perhatian pemerintah kolonial. Mereka mulai meresahkan Belanda oleh karena secara terang-terangan menolak membayar pajak, melawan politik etis, kerja paksa dan lainnya. Meskipun tokoh gerakan ini ditahan Belanda dan di buang ke luar pulau Jawa (1907), gerakan-gerakan mereka masih terasa hingga tahun 1930-an.. Orang-orang Samin sebenarnya kurang suka dengan sebutan “Wong Samin” sebab sebutan tersebut mengandung arti tidak terpuji yaitu dianggap sekelompok orang yang tidak mau membayar pajak, sering membantah dan menyangkal aturan yang telah ditetapkan sering keluar masuk penjara, sering memcuri kayu jati dan perkawinannya tidak dilaksanakan menurut hukum Islam. Para pengikut saminisme lebih suka disebut “Wong Sikep”, artinya orang yang bertanggung jawab sebutan untuk orang yang berkonotasi baik dan jujur.
Apa yang dikemukakan dimuka. baik orang Samin pada tahun 1914, saya yakin merupakan ekspresi mendalam yang berkaitan dengan problem kewarganegaraan kita. Sejak semula, sejak Samin dikenal sebagai "pembangkangan kaum tani abad ke-19'', masalah pajak menjadi sorotan penting dalam aksi pergulatan mereka. Bahkan sampai kini perdebatan dan perbincangan mengenai pajak masih menjadi sikap mereka dalam melakukan "counter" terhadap perilaku pemerintah yang tidak benar.
Bagi orang Samin, negara adalah sebuah bentuk dari persekutuan dua kepentingan untuk mencapai cita-cila bersama. atau bisa dimaknai sebagai kontrak dua kepentingan yang didasari oleh sikap saling menguntungkan (negoro iku uneg-unege wong loro). Jadi, jika ternyata dalam perjalanan berikutnya, bentuk dan kebijakan negara tidak merepresentasikan dari yang dibuat oleh dua kepentingan tersebut maka batal lah semua kesepakatan untuk mengakui kedaulatan negara. Karena kontrak dua kepentingan itu tidak diakui lagi, maka batal pula kewajiban satu pihak (masyarakat) untuk mengeluarkan kewajibannya memberikan pajak kepada pihak negara.
Berkaitan dengan kondisi di negeri kita selama ini pengelolaaan pajak di Indonesia masih sangat amburadul. Disamping ketidakmarnpuan birokrasi mengelola pajak secara baik, masyarakat sendiri tidak memahami makna penting pajak dalam kehidupan bemegara Ujungnya, di satu sisi KKN, terus terjadi di lingkup birokrasi, , departemen pengelola pajak, masyarakat sendiri tidak banyak yang tahu sebetulnya untuk apa berbagai pajak ditimpakan kepada mereka Akibatnya. sambil KKN terjadi secara berulang-ulang tanpa ada penyelesaian yang jelas, rnasyarakat sendiri untuk beberapa konteks ada yang sukses membangun koalisi dengan oknum birokrasi untuk "menilep" pajak sesuai dengan yang harus dia tanggung, namun pada sisi lain, beberapa masyarakat yang kntis, sambil tetap membayar pajak kepada negara (karena takut direpresi tentara), memaknai pajak sebagai upeti ("pungutan liar"), mirip seperti negara feodal yang memungut upeti dari rakyatnya pada zaman kerajaan (seperti yang kita lihat dari sedikit gambaran masyarakat Samin di atas).
Semoga saja dengan pembenahan secara bertahap yang sedang dilakukan Departemen Keuangan melalui salah satunya dengan modernisasi pelayanan perpajakan dan remunerasi dapat dijadikan langkah awal dalam perbaikan manajemen keuangan RI di masa yang akan datang, demikian pula dengan upaya SBY untuk memberantas korupsi di kalangan pejabat daerah dapat mendorong pengelolaan keuangan daerah yang lebih baik lagi, sehingga KKN bisa lenyap dari bumi nusantara.
Dengan demikian tidak akan muncul lagi gerakan ”pembrontakan” samin jilid 2 atas gugatannya kepada negara soal pajak beserta penggunaannya.

Sabtu, 15 September 2007

Pengendalian Aplikasi PK-PM

Konfirmasi PPN untuk sementara tidak Menggunakan Aplikasi PK PM tetapi Dilakukan Manual
Aplikasi komputer menjawab tantangan kecepatan, kemudahan, dan ketepatan namun untuk itu ada prasyarat yang harus dipenuhi
Sebagai salah satu upaya antisipasi restitusi pajak fiktif maka untuk sementara DJP tidak menggunakan Aplikasi PK PM dalam konfirmasi faktur pajak tetapi kembali menggunakan prosedur manual. Aplikasi PK PM selama ini digunakan untuk melakukan konfirmasi faktur pajak. Aplikasi ini sangat bermanfaat dari segi kecepatan dalam memberikan konfirmasi. Petugas pajak hanya perlu menjalankan Aplikasi PK PM pada komputer yang terhubung dengan intranet DJP untuk mencari tahu apakah faktur pajak yang dikreditkan wajib pajak (FP Masukan) benar telah dilaporkan oleh wajib pajak penerbit faktur. Patut disayangkan bila aplikasi tersebut akhirnya harus dikalahkan hanya karena ada kasus restitusi PPN fiktif. Dengan menggunakan prosedur manual artinya wajib pajak akan membutuhkan waktu lebih lama dalam menerima restitusi pajak yang menjadi haknya.Aplikasi PK PM tidak hanya memberikan kecepatan tetapi juga kemudahan dan ketepatan. Kecepatan dan kemudahan sudah dirasakan selama ini oleh petugas pajak yang harus melakukan konfirmasi faktur pajak. Sedangkan dari segi ketepatan akan kebenaran data, selama ini belum dapat diberikan kepastian. Untuk dapat mencapai tingkat ketepatan kebenaran maka Aplikasi PK PM butuh prasyarat. Prasyarat tersebut tidak khusus untuk Aplikasi PK PM tetapi merupakan prasyarat wajib pada penggunaan aplikasi komputer. Prasyarat itu dapat dipisahkan menjadi dua yaitu: penyusunan aplikasi dan penggunaan aplikasi. Penyusunan aplikasi komputer harus dilakukan dengan mengikuti prosedur yang benar. Harus ada uji coba sehingga semua parameter yang mungkin terjadi dalam penggunaannya telah dipertimbangkan. Harus dibuat mekanisme pengecekan internal dalam aplikasi tersebut sehingga tidak akan terjadi kesalahan yang tidak perlu. Dokumentasi terhadap penyusunan aplikasi tersebut juga harus tersedia sehingga apabila terdapat masalah segera dapat diketahui penyebabnya, dilokalisir akibatnya, dan dilakukan perbaikan terhadap aplikasi. Bila hal ini tidak dilakukan dengan benar maka aplikasi dapat menciptakan kerawanan yang tidak terdeteksi dari mula. Hanya aplikasi yang benar-benar bebas dari kesalahan yang telah dapat diperkirakan yang akhirnya layak digunakan. Prasyarat kedua pada penggunaan aplikasi yaitu harus mengikuti prosedur baku yang telah ditetapkan. Prosedur tersebut tidak dapat dilewati apapun alasannya sebab bila ada prosedur yang dilewati akan menciptakan kerawanan yang tidak terdeteksi. Untuk itu perlu adanya pengendalian dalam penggunaan aplikasi. Menjadi pertanyaan kita semua. Apakah Aplikasi PK PM yang selama ini dimanfaatkan untuk konfirmasi faktur pajak telah melalui tahapan penyusunan aplikasi dengan benar? Apakah pernah dilakukan komputer audit atas aplikasi tersebut? Audit atas Aplikasi PK PM akan memberikan keyakinan bahwa aplikasi tersebut bebas dari kesalahan yang telah dapat diperkirakan sebelumnya. Bila keyakinan ini telah diperoleh maka pengendalian penggunaan aplikasi harus mendapat perhatian lebih banyak lagi.Dari sisi penggunaan Aplikasi PK PM, apakah pernah diadakan audit atas hal tersebut? Misalkan: apakah ada keyakinan username dan password untuk menjalankan Aplikasi PK PM diperlakukan sebagai benda keramat yang harus dijaga kerahasiannya atau menjadi benda publik dan siapapun dapat menggunakan. Salah satu kelemahan Aplikasi PK PM yang langsung dapat terdeteksi adalah pada entri data faktur pajak (atau upload data bila digunakan media elektronis). Kelemahan tersebut adalah mereka yg mempunyai otoritas untuk entri data tidak mempunyai waktu untuk entri sehingga entri dilakukan oleh orang lain. Jika ini terjadi maka tidak dapat dipastikan bahwa data elektronis (database) yang ada sama dengan data manualnya.Perbaikan Aplikasi PK PM mungkin memang perlu setelah memperhatikan kelemahan yang ada. Namun yang lebih penting lagi adalah penumbuhan kesadaran bahwa bekerja dengan menggunakan komputer membutuhkan pengamanan tertentu yang bukan hanya bersifat fisik tetapi juga non-fisik. Tanpa adanya security awareness yang memadai maka kerawanan penggunaan aplikasi komputer tidak dapat ditekan serendah mungkin. Namun juga sudah tidak mungkin lagi bekerja secara manual bila kita hendak memberikan pelayanan yang sebaik-baiknya kepada stake-holder organisasi. Ini tantangan kita semua.

Kamis, 30 Agustus 2007

Wahai orang pajak, Masihkah ada yang mau pilih PAN..?

Kompas tanggal 30 Agustus 2007, memberitakan akhirnya komisi IX mengabulkan permintaan Menteri Keuangan soal penambahan anggaran remunerasi pegawai DEPKEU, hanya satu fraksi yang menolak yaitu Fraksi PAN. Alasannya (kata Drajat Wibowo) kinerja Ditjen Pajak saat ini mengalami penurunan terlihat dari kemungkinan tidak tercapainya penerimaan pajak tahun ini. Di samping itu kalo mau meningkatkan penghasilan pegawai jangan cuma Depkeu saja donk...ungkapnya.
Yang menjadi pertanyaan adalah apakah alasan yang dikemukakan tepat? jawabannya YA, tentu itu menurut dia. Tapi marilah kita berpikir jernih...bisakah kinerja yang menurun itu dijadikan alasan untuk menolak program remunerasi dalam rangka tujuan mulia: reformasi birokrasi di Depkeu? Lupakah bahwa selama ini penyumbang penerimaan negara terbesar APBN(sekitar 70%)berasal dari Depkeu (qq Ditjen Pajak)? dan mampukah negara bila semua pegawai departemen diperlakukan sama (dengan remunerasi yang sama) dalam waktu yang bersamaan?. Bila ya itu dipaksakan, lalu apa artinya reformasi birokrasi, karena setiap PNS hanya menerima perbaikan remunerasi yang tidak sebanding dengan risiko pekerjaan yang dihadapi. Justru dengan adanya program remunerasi secara bertahap yang dimulai dari Depkeu adalah langkah yang tepat dalam rangka membenahi sistem birokrasi yang carut marut di negeri kita! Bravo Komisi IX DPR (selain PAN)!!!

Minggu, 26 Agustus 2007

E-Filing: Terobosan Baru Penyampaian Kewajiban Perpajakan


Sebelum adanya sistem e-filing, Wajib Pajak harus datang ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP) dimana ia terdaftar untuk menyampaikan laporan perpajakannya. Setiap bulan mereka harus meluangkan waktu dan mengeluarkan ongkos transportasi dan bahkan mengantri berjam-jam untuk menyampaikan laporan dan dokumen ke KPP. Saat ini, teknologi internet, yaitu sebuah inovasi teknologi baru telah diadopsi oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP) menjadi salah satu alat pelayanan yang memudahkan Wajib Pajak dalam memenuhi kewajiban pajaknya.
Pemahaman masyarakat atas teknologi internet menjadi dasar diadopsinya sistem pelayanan perpajakan berbasis internet ini oleh DJP. Saat ini hampir semua orang sudah memahami kegunaan internet, memiliki alamat e-mail, bermain game secara on-line, dan melakukan browsing untuk mencari informasi lewat internet. Kemudahan akses internet juga mendorong penciptaan bentuk pelayanan perpajakan berbasis internet ini. Warung internet (warnet) juga sudah menjamur ke seluruh pelosok nusantara menyusul penyebaran dan popularitas warung telekomunikasi (wartel) yang lebih dulu dikenal masyarakat. Hampir di semua kota di Indonesia kita bisa menemukan warnet dengan mudah.
Salah satu bentuk pelayanan perpajakan berbasis internet adalah e-filing atau e-SPT, yaitu pelayanan penyampaian Surat Pemberitahuan Masa (SPT Masa) atau Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT Tahunan) yang berbentuk formulir elektronik dalam media komputer. SPT ini tidak berbentuk kertas, melainkan berbentuk formulir elektronik yang ditransfer atau disampaikan ke DJP melalui Aplication Service Provider (ASP) dengan proses yang terintegrasi dan real time.

Proses E-Filing

Melaporkan SPT tahunan dan masa merupakan salah satu kewajiban Wajib Pajak sebagaimana amanat undang-undang perpajakan. Undang-undang Nomor 6 tahun 1984 sebagaimana diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 16 tahun 2000 dalam pasal tiga menyebutkan sebagai berikut:
“Setiap Wajib Pajak wajib mengisi Surat Pemberitahuan dalam bahasa Indonesia dengan menggunakan huruf latin, angka arab, satuan mata uang Rupiah, dan menandatangani serta menyampaikan ke kantor Direktorat Jenderal Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar atau dikukuhkan”.
Penyampaian SPT melalui pelayanan e-filing atau e-SPT diatur dengan keputusan dirjen pajak melalui KEP- 05/PJ./2005 tentang tata cara penyampaian Surat Pemberitahuan secara elektronik (e-filing) melalui Perusahaan Penyedia Jasa Aplikasi (ASP). Prosedur penyampaian SPT berdasarkan aturan tersebut adalah sebagai berikut:

1. Permohonan memperoleh e-FIN

Electronic Filing Identification Number (e-FIN) merupakan identitas bagi Wajib Pajak yang akan melaksanakan penyampaian e-SPT. Wajib Pajak yang berniat melaksanakan penyampaian SPT secara on-line ini, terlebih dahulu harus menyampaikan surat permohonan kepada DJP yaitu kepada Kepala KPP dimana Wajib Pajak tersebut terdaftar. Selain formulir permohonan tersebut, Wajib Pajak juga melampirkan fotokopi kartu Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) atau Surat Keterangan Terdaftar (SKT) dan Surat Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak (SPPKP) jika Wajib Pajak adalah PKP.

2. Pendaftaran ke ASP

Setelah e-FIN diperoleh, Wajib Pajak dapat segera mendafatarkan diri ke salah satu ASP yang telah ditunjuk oleh DJP, yaitu:

· http://www.tax-tel.com

· http://www.pajakmandiri.com

· http://www.mitrapajak.com

· http://www.spt.co.id

· http://www.pajakku.com

· http://www.ic-rekayasa.co.id/espt/default.html

3. Memperoleh sertifikat digital

Apabila Wajib Pajak sudah mendaftar ke ASP, maka langkah selanjutnya adalah memperoleh Digital Certificate dari DJP melalui website ASP yang bersangkutan. Sertifikat ini diberikan secara otomatis oleh sistem yang ada di KPP. Sertifikat ini umumnya hanya bisa digunakan untuk ASP yang bersangkutan.

4. Penyampaian SPT secara on-line

Setelah semua langkah di atas dipenuhi, Wajib Pajak dapat segera menyampaikan SPT nya secara on line. Wajib Pajak dapat mengakses situs ASP dengan menggunakan login, password, dan e-FIN yang telah dimiliki. Setelah itu Wajib Pajak melakukan upload data SPT nya.
Segera setelah proses upload selesai, sistem ASP akan mencatat log transaksi Wajib Pajak yang meliputi nama, NPWP, kode sertifikat digital, e-FIN, tanggal transaksi, dan jam transaksi. Setelah itu, sistem ASP secara langsung akan berhubungan dengan sistem di KPP untuk meneruskan proses penyampaian SPT. (NTPA:Nomor transaksi pengiriman ASP)

5. Penerimaan e-SPT oleh sistem di KPP

Jika sistem di yang ada di KPP telah menerima data elektronik SPT dan sistem itu menyatakan bahwa SPT telah diterima secara lengkap, maka sistem ini akan membubuhkan Bukti Penerimaan SPT elektronik di bagian bawah Induk SPT.
Bukti penerimaan ini mengandung informasi mengenai NPWP, tanggal transaksi, jam transaksi, Nomor Transaksi Penyampaian SPT (NTPS), Nomor Transaksi Pengiriman ASP (NTPA), dan nama ASP.

6. Pengiriman induk SPT ke KPP

Setelah bukti penerimaan SPT elektronik diterima, Wajib Pajak dapat segera melakukan pencetakan formulir induk SPT yang bagian bawahnya telah dibubuhi bukti penerimaan elektronik. Kemudian, Wajib Pajak menandatangani induk SPT dan mengirimkannya seperti biasa ke KPP. Print out SPT elektronik dan bukti penerimaan elektronik disampaikan dalam waktu 14 (empat belas) hari sejak batas terakhir pelaporan SPT dalam hal SPT disampaikan sebelum batas akhir penyampaian. Apabila SPT disampaikan setelah lewat batas akhir penyampaian, maka batas waktu penyampaian print out SPT elektronik dan bukti penerimaan elektronik adalah 14 (empat belas) hari sejak tanggal penyampaian SPT secara elektronik.

Manfaat dan Keterbatasan Sistem e-Filing

Manfaat diterapkannya e-filing adalah sebagai berikut:

1.

Membantu para Wajib Pajak untuk menyediakan fasilitas pelaporan SPT secara elektronik (via internet) kepada wajib pajak, sehingga wajib pajak orang pribadi dapat melakukannya dari rumah atau tempatnya bekerja, sedangkan wajib pajak badan dapat melakukannya dari lokasi kantor atau usahanya. Hal ini akan dapat membantu memangkas biaya dan waktu yang dibutuhkan oleh Wajib Pajak untuk mempersiapkan, memproses, memverifikasi dan melaporkan SPT ke Kantor Pajak secara benar dan tepat waktu.

2.

Dengan cepat dan mudahnya pelaporan pajak ini berarti juga akan memberikan dukungan kepada Kantor Pajak dalam hal percepatan penerimaan laporan SPT dan perampingan kegiatan administrasi, pendataan (juga akurasi data), distribusi dan pengarsipan laporan SPT. Petugas pajak tidak perlu lagi menginput data-data SPT ke dalam sistem karena data-data tersebut telah diinput oleh wajib pajak pada saat menyampaikan SPT melalui e-filing. Hal ini berarti mengurangi beban kerja petugas pajak.

3.

Saat ini tercatat hanya 3,5 juta Wajib Pajak di Indonesia, dengan cara pelaporan yang manual tidak mungkin akan dapat ditingkatkan pelayanan terhadap para WP tersebut. Maka dengan e-Filing dimana sistem pelaporan menjadi mudah dan cepat, diharapkan jumlah Wajib Pajak dapat meningkat. Dengan e-Filing ini dalam 3 tahun ke depan dapat ditingkatkan jumlah WP menjadi 10 juta dan pada ujungnya jumlah pemasukan negara dari pajak juga akan dapat ditingkatkan.

Sedangkan kelemahannya adalah sebagai berikut:

  1. Wajib Pajak masih harus mengirimkan Induk SPT secara manual. Hal ini dikarenakan kondisi sistem teknologi informasi yang belum didukung oleh perangkat aturan telematika yang mengatur tentang validitas dokumen elektronik.
  2. Akses jalur koneksi internet di Indonesia yang masih belum optimal.
  3. Adanya perbedaan format data yang dimiliki oleh Wajib Pajak dengan ASP atau Ditjen Pajak. Hal ini memerlukan penyesuaian oleh pihak ASP agar format data yang ada bisa sinkron dengan format yang dimiliki oleh Ditjen Pajak.

Simpulan

1. Penggunaan e-spt memberi manfaat kepada ditjen pajak sebagai berikut:

a. Penyimpanan dokumen dalam bentuk digital akan memudahkan pengelolaan database.

b. Petugas pajak tidak perlu lagi menginput data-data SPT ke dalam sistem karena data-data tersebut telah diinput oleh wajib pajak pada saat menyampaikan SPT melalui e-filing. Hal ini berarti mengurangi beban kerja petugas pajak.

c. Mengurangi persinggungan atau contact person antara Wajib Pajak dengan petugas pajak yang berpotensi menimbulkan KKN.

2. Manfaat bagi Wajib Pajak:

a. Kemudahan dalam pelayanan, karena Wajib Pajak dapat menyampaikan data SPT secara efektif, efisien dan akurat tanpa perlu datang mengantri ke KPP atau tanpa takut terlambat dalam menyampaikan SPT Tahunan karena data SPT dapat disampaikan kapan saja dan di mana saja sepanjang ada akses jaringan internet.

b.Wajib Pajak tidak perlu mencetak lampiran SPT Masa PPN yang jumlahnya sangat banyak. Wajib Pajak cukup mencetak induk SPT untuk disampaikan ke KPP setelah melakukan e-filing.

c. Implikasinya wajib pajak dapat mengemat waktu dan biaya

3. Perusahaan penyedia jasa aplikasi software (ASP) memiliki prospek yang cerah mengingat trend teknologi saat ini yang mengedepankan outsourcing bagi perusahaan-perusahaan untuk mendukung proses bisnisnya. Karena penggunaan ASP dapat memberi kemudahan dan mengurangi biaya pembuatan program.

Saran

  1. Dalam rangka memberikan pelayan yang optimal Ditjen Pajak perlu meningkatkan kerjasama dengan ASP, terutama berkaitan dengan subsidi pembayaran fee kepada ASP sehingga Wajib Pajak tidak terlalu terbebani dengan fee untuk membayar ke perusahaan ASP, tentunya hal ini harus mempertimbangkan cost dan benefit.
  2. Berkaitan dengan koneksi jaringan internent di Indonesia yang masih kurang optimal disarankan kepada Wajib Pajak untuk menggunakan koneksi berkecepatan tinggi yang disediakan oleh ISP yang handal, memililih ASP yang handal dan tentu saja manajemen waktu koneksi yang tepat misalnya setelah jam kerja atau malam, tengah malam sampai menjelang pagi.
  3. Disarankan juga kepada Wajib Pajak untuk selalu membuat back up baik untuk data yang di upload maupn hasil print out dari sistem e-spt sekalipun pihak ASP memberikan jaminan keamanan data Wajib Pajak.
  4. Ke depannya perlu dilakukan pendidikan dan pelatihan bagi SDM Ditjen Pajak dalam rangka pelayanan e-SPT



Senin, 20 Agustus 2007

Selamat Datang Tax Maniac

Alhamdulillah, Berkah teknologi informasi memabawaku mengenal dunia blog. Melalui Blog ini saya bisa memuntahkan uneg-uneg dan perasaan saya yang sehari-hari kebetulan bergelut di dunia pajak.
Mari Berbagi Dengan Kami Segala Hal yang terutama berbau-bau Pajak

© Blogger Templates | Make Money Online