Rabu, 07 Agustus 2019

Penyetoran PPN atas KMS oleh Perusahaan Cabang yang Kewajiban PPN dilakukan Pemusatan

Dasar Hukum : Pasal 16 C UU No. 8 Tahubn 1983 tentang PPN dan PPnBM yang terakhir diubah dengan UU No. 42 Tahun 2009, PMK No. 163/PMK.03//2012 tentang Batasan dan Tata Cara Pengenaan PPN atas KMS (Kegiatan Membangun Sendiri) pada pasal 4 ayat 3, Pasal 7 ayat 1,2 3 dan 4, PMK no. 9/PMK.03/2018 tentang perubahan atas PMK No. 243/PMK.03/2014 tentang SPT Pasal 11 ayat 2 dan 2a. PPN KMS terutang bagi orang pribadi atau badan yang melakukan kegiatan membangun sendiri baik orang pribadi atau badan dimaksud telah dikukuhkan sebagai PKP atau tidak. Dalam hal KMS dilakukan oleh kantor cabang dari PKP yang tempat PPN terutangnya dipusatkan maka PPN KMS disetor dan dilaporkan oleh kantor cabang tersebut dengan cara: 1. dalam hal tempat bangunan didirikan berada di wilayah kerja KPP Pratama tempat kantor cabang yang melakukan KMS terdaftar kolom NPWP yang tercantum pada SSP diisi dengan NPWP kantor cabang tersebut. 2. dalam hal tempat bangunan didirikan berada di wilayah kerja KPP Pratama yang berbeda denagn KPP tempat kantor cabang yang melakuakan KMS terdaftar SSP diisi dengan ketentuan sbb: Kolom NPWP diisi dengan angka 0 pada 9 digit pertama, angka kode KPP Pratama yang wilayan kerjanya meliputi tempat bangunan didirikan pada 3 digit berikutnya dan angka 0 pada tiga digit terakhir. Pada kotak Wajib Pajak penyetor diisi nama dan NPWP orang pribadi atau badan yang melakukan kegiatan membangun sendiri. Kantor cabang yang melakukan pembayran PPn yang terutang atas KMS dan telah mendapat validasi dengan NTPN dianggap telah melaporkan PPN terutang tersebut sesuai dengan tanggal validasi

Pengenaan PPN atas Pengalihan Hak Atas Tanah dalam BOT

Pertanyaan: Dalam kasus transaksi Bangun Guna Serah (Built Operate and Transfer), apakah BoT (Built Operate and Transfer) terkena PPN saat pengalihan dari investor ke pemegang hak atas tanah? Penjelasan/Dasar Hukum: Undang-undang No. 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai dan PPnBM sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dangan UU No. 42 Tahun 2009 : a. Pasal 1A ayat 1 huruf a bahwa yang ermasuk dalam pengertian penyerahan BKP adalah penyerahan hak atas BKP karena suatu perjanjian b. Pasal 4 ayat 1 huruf a bahwa PPN dikenakan atas penyerahan BKP di dalam daerah pabean yang dilakukan oleh pengusaha Kesimpulan: termasuk pengertian penyerahan BKP adalah penyerahan BKP karena suatau perjanjian , sehingga pengalihan aset BoT dari investor kepada pemegang hak atas tanah merupakan penyerahan BKP sehingga atas penyerahan tersebut dikenai PPN.

Perhitungan PPh Angsuran Pasal 25 Wajib Pajak Perusahaan Masuk Bursa

Angsuran Pajak Penghasilan Pasal 25 adalah angsuran Pajak Penghasilan dalam tahun pajak berjalan untuk setiap bulan yang harus dibayar sendiri oleh Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 Undang-Undang Pajak Penghasilan. Tatacara angsuran PPh Pasal 25 diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan No. PMK 215/PMK.03/2018. Di dalam peraturan tersebut diatur cara penghitungan besarnya angsuran pajak penghasilan dalam tahun pajak berjalan yang harus dibayar sendiri oleh 1. wajib pajak baru, 2. bank, wajib pajak lainnya 3. badan usaha milik negara, badan usaha milik daerah, 4. wajib pajak masuk bursa dan 5. wajib pajak OP tertentu terkhusus untuk Wajib Pajak yang terdaftar pada KPP Perusahaan Masuk Bursa penghitungan angsuran PPh Pasal 25 diatur dalam Pasal 4. Di dalam pasal tersebut dinyatakan: (1) Dasar untuk penghitungan Angsuran Pajak Penghasilan Pasal 25 bagi: a. Wajib Pajak Lainnya; dan b. Wajib Pajak masuk bursa selain Wajib Pajak bank,adalah laporan keuangan yang disampaikan setiap 3 (tiga) bulan kepada bursa dan/ atau Otoritas Jasa Keuangan yang terdiri dari laporan posisi keuangan dan laporan laba rugi sejak awal Tahun Pajak sampai dengan periode yang dilaporkan. (2) Angsuran Pajak Penghasilan Pasal 25 bagi Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dihitung berdasarkan penerapan tarif Pasal 17 Undang-Undang PPh atas penghasilan neto berdasarkan laporan keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikurangi dengan: a. Pajak Penghasilan yang dipotong dan/ atau dipungut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 dan Pasal 23 Undang-Undang PPh sejak awal Tahun Pajak sampai dengan Masa Pajak periode yang dilaporkan; dan b. Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 Undang-Undang PPh yang seharusnya dibayar sejak awal Tahun Pajak sampai dengan Masa Pajak periode yang dilaporkan. (3) Penghasilan neto sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak termasuk: a. penghasilan dari luar negeri yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak; dan b. penghasilan dan biaya sebagai pengurang penghasilan neto yang dikenai Pajak Penghasilan yang bersifat final dan/ atau bukan objek Pajak Penghasilan. (4) Dalam hal Wajib Pajak memiliki kerugian yang dapat dikompensasikan, kerugian tersebut dikom pensasikan dengan penghasilan neto dalam negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (2). (5) Angsuran Pajak Penghasilan Pasal 25 sebagaimana dimaksud pada ayat (2) merupakan Angsuran Pajak Penghasilan Pasal 25 untuk 3 (tiga) Masa Pajak setelah periode yang dilaporkan. Dalam hal laporan keuangan sebagaimana belum dilaporkan, besarnya Angsuran Pajak Penghasilan Pasal 25 adalah sama dengan Angsuran Pajak Penghasilan Pasal 25 Masa Pajak sebelumnya. Apabila besarnya Angsuran Pajak Penghasilan Pasal 25 sebagaimana lebih besar, atas kekurangan setoran Angsuran Pajak Penghasilan Pasal 25 wajib disetor pada Masa Pajak saat laporan keuangan dan/ atau Rencana Kerja dan Anggaran Pendapatan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) disampaikan dan Wajib Pajak dikenai sanksi administrasi sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang KUP. Apabila besarnya Angsuran Pajak Penghasilan Pasal 25 sebagaimana dimaksud pada ayat (3) lebih kecil, atas kelebihan setoran Angsuran Pajak Penghasilan Pasal 25 dapat dipindahbukukan ke Angsuran Pajak Penghasilan Pasal 25 Masa-Masa Pajak berikutnya. Pada peraturan sebelumnya yaitu PMK-225/PMK.03/2008 pasal 5 disebutkan Besarnya angsuran Pajak Penghasilan Pasal 25 untuk Wajib Pajak masuk bursa dan Wajib Pajak lainnya yang berdasarkan ketentuan diharuskan membuat laporan keuangan berkala, adalah sebesar Pajak Penghasilan yang dihitung berdasarkan penerapan tarif umum atas laba-rugi fiskal menurut laporan keuangan berkala terakhir yang disetahunkan dikurangi dengan pemotongan dan pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 dan Pasal 23 serta Pasal 24 yang dibayar atau terutang di luar negeri untuk tahun pajak yang lalu, dibagi 12 (dua belas). Perbedaan dengan PMK-215 adalah pada dasar perhitungan yaitu laporan keuangan versus laporan laba rugi fiskal, pertanyaannya adalah apakah laporan keuangan yang dimaksud dalam PMK-215 yang dijadikan dasar untuk menghitung angsuran PPh Pasal 25 laporan keuangan komersial atau fiskal. Karena tidak dinyatakan dengan jelas maka menurut pendapat penulis Laporan keuangan yang dijadikan dasar untuk menghitung angsuran PPh Pasakl 25 adalah laporan keuangan komersil yang disampaikan kepada bursa sebagaimana dimaksud dalan PMK 215 di atas. Berikut adalah contoh perhitungan PPh Pasal 25 untuk Wajib Pajak Masuk Bursa:

© Blogger Templates | Make Money Online