Selasa, 18 Mei 2010

Faktur Pajak yang Lama, Masihka h berlaku?

Ada Wajib Pajak yang bertanya tentang faktur pajak lama yang terlanjur dicetak dan belum atau sudah digunakan PKP pada saat Per Dirjen Pajak No. Per 13/PJ/2010 diberlakukan, apakah masih dapat digunakan?
Penjelasan terkait Pertanyaan tersebut ditegaskan dalam SE-56/PJ/2010 tanggal 27 April 2010 sebagai berikut:
a. Faktur Pajak Lama masih dapat digunakan oleh PKP sampai haibs dan tetap dianggap sah sepanjang memenuhi ketentuan baik secara formal maupun material/
b. Faktur pajak tersebut dapat dikreditkan oleh pembeli sepanjang memenuhi ketentuan sebagai pajak masukan yang dapat dikreditkan sesuai dengan ketentuan berlaku.
c. Nomor urut pada kode dan nomor seri faktur pajak melanjutkan nomor urut yang telah digunakan oleh PKP sebelum berlakunya peraturan Dirjen Pajak No. Per-13/Pj/2010.
d. Bentuk dan ukuran formulir faktur pajak dibuat sesuai dengan kepentingan dan kebutuhan PKP tidak harus sama dengan contoh pada lampiran IA dan Lamiran IB Per Dirjen Pajak No. Per-13.
e. Invoice yang memenuhi ketentuan pasal 13 ayat 5 UU PPN dipersamakan dengan faktur pajak

Prosedur Penguranga Sanksi Administrasi

Wajib Pajak kadangkala mengajukan permohonan pengurangan sanksi administrasi atas STP dan SKPKB, kadangkala pula Saya lupa persyaratannya. Untuk lebih mengingat-ingat lagi maka saya tampilkan persyaratan tersebut sebagaimana diatur dalam PMK No. 21 tahun 2008 pasal 3 sebagai berikut:
Pasal 3

(1) Permohonan untuk memperoleh pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi berupa bunga, denda, dan kenaikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 harus memenuhi persyaratan sebagai berikut :
a. 1 (satu) permohonan untuk 1 (satu) Surat Tagihan Pajak, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar atau Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan;
b. permohonan harus diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia dengan memberikan alasan yang mendukung permohonannya;
c. permohonan harus disampaikan ke Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar;
d. Wajib Pajak telah melunasi pajak yang terutang; dan
e. surat permohonan ditandatangani oleh Wajib Pajak, dan dalam hal surat permohonan
ditandatangani oleh bukan Wajib Pajak, surat permohonan tersebut harus dilampiri dengan surat kuasa khusus.
(2) Permohonan yang tidak memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), tidak dapat dipertimbangkan.

Saat Pelaporan SPT Masa PPN

Suatu Saat Wajib Pajak Bertanya tentang jangka waktu pelaporan SPT masa PPN sesuai dengan UU PPN yang baru? Seketika aku terperangah, kaget dengan pertanyaan ini? Mengapa? Ternyata pertanyaan semudah ini aku gak yakin njawabnya? Karena apa, karena aku belum Baca? tapi saat itu juga aku berpikir "terima kasih WP kau telah bertanya" sehingga aku bisa update database PPN dalam memoriku dan mencarikan jawabannya.
Pasal 15A UU PPN No. 42 Tahun 2009: (1)Penyetoran PPN oleh PKP harus dilakukan paling lama akhir bulan berikutnya setelah berakhirnya masa pajak dan sebelum SPT Masa PPN disampaikan (2) SPT Masa PPN disampaikan paling lama akhir bulan berikutnya setelah berakhirnya masa pajak.

Selasa, 04 Mei 2010

Saat Pembuatan Faktur Pajak

Wajib Pajak bertanya, pertanyaan pertama,kami melakukan transaksi dengan salah satu customer berdasarkan dokumen kontrak atas penjualan produk kami. Namun dalam pelaksanaannya barang tidak bisa diantarkan sekaligus dalam suatu waktu, butuh beberapa kali pengiriman dalam jangka waktu dua bulan. Selama jangka waktu tersebut customer juga menitipkan uang sebagai bagian dari pelunasan pembayaran. Pertanyaannya adalah kapan kami harus membuat faktur pajak. Pertanyaan kedua, bilamana dibuat faktur pajak saat melakukan transaksi dengan bendaharawan pemerintah?
Jawaban:
Dasar Hukum: UU PPN Nomor 42 Tahun 2009 Pasal 13 ayat 1a dan Pasal 2 Peraturan Dirjen Pajak No. 13/PJ/2010 tanggal 1 April 2010.
Pasal 2 ayat 1 Peraturan Dirjen Pajak menyatakan: Faktur Pajak harus dibuat pada
a. saat penyerahan BKP dan/atau JKP
b. saat penerimaan pembayaran dalam hal penerimaan pembayaran terjadi sebelum penyerahan BKP dan/atau sebelum penyerahan JKP
c. saat penerimaan pembayaran termin dalam hal penyerahan sebagaian tahap pekerjaan;atau
d. saat pengusaha kena pajak rekanan menyampaikan tagiah kepada Bendahara Pemerintah sebagai Pemungut PPN.
Dengan demikian pertanyaan kedua telah terjawab pada butir d di atas.
Ayat 2 Pasal 13 menyatakan dikecualikan dari ketentuan saat pembuatan faktur pajak di atas, Pengusahan Kena Pajak dapat membuat 1 (satu) faktur pajak meliputi seluruh penyerahan yag dilakukan kepada pembeli barang kena pajak atau jasa kena pajak yang sama selama 1(satu) bulan kalender. Selanjutnya ayat 2a menyatakan Faktur pajak gabungan tersebut harus dibuat paling lama pada akhir bulan penyerahan.
Dengan demikian atas transaksi yang Saudara lakukan sepanjang pembelinya adalah pihak yang sama dan penyerahannya secara bertahap maka dapat dibuatkan satu faktur pajak yang disebut dengan faktur pajak gabungan serta tidak memperhatikan pembayaran yang dilakukan oleh customer anda. Memang untuk UU PPN sebelumnya bilamana terjadi pembayaran sebagian maka atas pembayaran tersebut dibuatkan faktur pajak terpisah.
Filosofi pengecualian di atas, sesuai penjelasan UU PPN, adalah untuk memudahkan beban administrasi pengusaha kena pajak, sehingga setiap kali terjadi penyerahan dan/ atau pembayaran tidak perlu membuat faktur pajak, namun cukup sekali di akhir bulan.

Tanggal Pengukuhan PKP tidak Dicantumkan dalam Faktur Pajak

Wajib Pajak bertanya, Pajak Masukan yang dia terima dari supplier tidak mencantumkan tanggal pengukuhan PKP, apakah faktur tersebut cacat dan tidak boleh dikreditkan?
Jawab:
Pasal 13 ayat 5 UU PPN (UU No 42 Tahun 2009) menyatakan:
Dalam Faktur Pajak harus dicantumkan keterangan tentang penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak yang paling sedikit memuat:
a. nama, alamat, dan Nomor Pokok Wajib Pajak yang menyerahkan Barang Kena Pajak
atau Jasa Kena Pajak;
b. nama, alamat, dan Nomor Pokok Wajib Pajak pembeli Barang Kena Pajak atau
penerima Jasa Kena Pajak;
c. Jenis barang atau jasa, jumlah Harga Jual atau Penggantian, dan potongan harga;
d. Pajak Pertambahan Nilai yang dipungut;
e. Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang dipungut;
f. kode, nomor seri, dan tanggal pembuatan Faktur Pajak; dan
g. nama dan tanda tangan yang berhak menandatangani Faktur Pajak

Jelas bahwa tanggal pengukuhan NPPKP bukan merupaka ketentuan minimal yang wajib dicantumkan dalam pengisian faktur pajak.

PPh atas Penghasilan Penemu Pelanggan

Ada pertanyaan dari Wajib Pajak tentang bagaimana perlakuan PPh Pasal 21 atas penghasilan yang diterima oleh penemu pelanggan alias perantara alias makelar, tapi bukan perantara kasus lho pak kata WP? Ah...Bapak nih mancing-mancing aja kataku..
Jawabannya adalah: Pemotongan PPh Pasal 21 atas penghasilan yang diterima oleh penemu pelanggan mengacu pada Peraturan Dirjen Pajak No. Per31/PJ/2009 tanggal 25 Mei 2009 tentang pedoman teknis tata cara pemotongan penyetoran dan pelaporan pajak penghasilan Pasal 21 dan atau pajak penghasilan pasal 26 sehubungan dengan pekerjaan jasa dan kegiatan orang pribadi sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Dirjen Pajak No. Per-57/PJ/2009 tanggal 12 Oktober 2009 (peraturan ini berlaku surut mulai tanggal 1 Januari 2009).
Pasal 3 huruf c angka 9 menyatakan bahwa Penerima penghasiln yang dipotong PPh Pasal 21 dan atau PPh Pasal 26 adalah orang pribadi yang merupakan...9. pembawa pesanan atau yang menemukan langganan atau yang menjadi perantara.
Pasal 9 ayat 1 menyatakan bahwa DPP PPh Pasal 21 adalah penghasilan kena pajak yang berlaku bagi, salah satunya adalah bukan pegawai sebagaimana dimaksud dalam pasl 3 huruf c yang menerima imbalan yang bersifat berkesinambungan.
Namun bilamana penerima penghasilan tersebut menerima penghasilan tidak berkesinambungan sesuai pasal 9 huruf c, DPPny adalah 50% dari jumlah penghasilan bruto.
Penghasilan kena pajak adalah sebesar 50% dari jumlah penghasilan bruto dikurang PTKP perbulan bagi penerima penghasilanTarif PPh adalah tarif berdasarkan pasal 17 ayat 1 huruf a UU PPh sebagaimana diatur dalam pasal 16 Per-31.
Bilamana bukan pegawai yang menerima penghasilan yang berkesinambungan memiliki NPWP dan hanya memperoleh penghasilan dari hubungan kerja dengan pemotong PPh pasal 21 serta tidak memperoleh penghasilanlainnya PPh Pasal 21 dihitung dengan menerpakan tarif pasal 17 ayat 1 huruf a UU PPh Atas jumlah kumulatif penghasilan kena pajak dalam tahun kalender yang bersangkutan. Besarnya penghasilan kena pajak adalah sebesar 50% dari jumlah penghasilan bruto dikurangi PTKP perbulan.
Bilamana penerima penghasilan bukan pegawai tidak memilki NPWP atau memperoleh penghasilan lainnya selain dari hubungan kerja dengan pemotong PPh Pasal 21 . PPh Pasal 21 dihitung dengan menerapkan tarif Pasal 17 ayat 1 huruf a UU PPh atas jumlah kumulatif 50% dari jumlah penghasilan bruto dalam tahun kalender bersangkutan.
Terakhir bagi yang tidak punya NPWP dikenakan tarif PPh lebih tinggi 20 % daripada tarif yang diterapkan terhadap Wajib Pajak yang memiliki NPWP.

© Blogger Templates | Make Money Online